
Vampire Poker: A Night of Costumes, Cards, and Friendship
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
Vampire Poker: A Night of Costumes, Cards, and Friendship
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Suasana di kafe Jakarta itu ramai.
The atmosphere in the kafe Jakarta was lively.
Suara obrolan berlomba dengan aroma kopi yang baru diseduh.
The sound of chatter competed with the aroma of freshly brewed coffee.
Hiasan Halloween masih menggantung dari malam sebelumnya.
Halloween decorations were still hanging from the previous night.
Jaring laba-laba palsu menambah kesan misterius.
Fake cobwebs added a mysterious vibe.
Lampu-lampu berbentuk labu bersinar samar, menciptakan suasana yang sedikit seram.
Pumpkin-shaped lights glowed faintly, creating a slightly eerie atmosphere.
Pusat perhatian malam itu ada di meja pojok kafe.
The center of attention that night was at the corner table of the café.
Rizki duduk di sana bersama dua teman baiknya, Budi dan Sari.
Rizki sat there with his two good friends, Budi and Sari.
Namun, ada yang berbeda dari Rizki malam itu.
However, there was something different about Rizki that night.
Ia datang dengan kostum vampir lengkap.
He came in a full vampire costume.
Tidak ada yang menduga dia datang seperti itu.
No one expected him to show up like that.
"Menyeramkan sekali!
"Scary!
Kau siap menghisap darah kami, Rizki?
Are you ready to suck our blood, Rizki?"
" goda Budi sambil tertawa.
teased Budi, laughing.
"Aku hanya ingin memakan kartu-kartu kalian," jawab Rizki sambil tersenyum, mencoba menutupi rasa malunya.
"I just want to eat your cards," replied Rizki, smiling, trying to hide his embarrassment.
Sayangnya, keinginannya untuk bermain poker lebih besar daripada rasa canggungnya.
Unfortunately, his desire to play poker was greater than his awkwardness.
Permainan dimulai.
The game began.
Budi dan Sari terus menggoda Rizki.
Budi and Sari kept teasing Rizki.
Sari, sambil menahan tawa, berbisik, "Mungkin kau bisa menang dengan menakut-nakuti kartu kami.
Sari, holding back laughter, whispered, "Maybe you can win by scaring our cards."
"Rizki menghela napas.
Rizki sighed.
Fokusnya pecah.
His focus was broken.
Tapi dia tak ingin menyerah.
But he did not want to give up.
Di kepalanya, ada satu cara untuk mengubah keadaan ini: bermain seolah kostum itu adalah bagian dari strateginya.
In his head, there was one way to turn this situation around: play as if the costume was part of his strategy.
Dengan percaya diri pura-pura, ia mulai menggoda balik temannya, "Kalian akan kaget saat aku mengungkap kartu-kartu ini dari balik jubah vampir.
With fake confidence, he began to tease his friends back, "You'll be shocked when I reveal these cards from beneath the vampire cloak."
"Permainan berjalan semakin intens.
The game became more intense.
Momen puncak tiba ketika Rizki memutuskan untuk berkonsentrasi penuh.
The climax came when Rizki decided to concentrate fully.
Dia melihat kartu di tangannya: satu set yang sempurna.
He looked at the cards in his hand: a perfect set.
Waktu yang tepat untuk melakukan taruhan besar.
The perfect time to make a big bet.
"Aku all in," seru Rizki.
"I'm all in," shouted Rizki.
Ia dengan dramatis menyembunyikan kartunya di balik jubah vampirnya.
He dramatically hid his cards under his vampire cloak.
Budi dan Sari tertawa geli namun tetap penasaran.
Budi and Sari laughed but were still curious.
Mereka menyetujui taruhan Rizki.
They accepted Rizki's bet.
Saatnya pengungkapan.
Time for the reveal.
Rizki membuka jubahnya, memperlihatkan kartu-kartu dengan hati berdebar.
Rizki opened his cloak, showing the cards with a pounding heart.
Cukup lama mereka terdiam sebelum meledak dalam sorak-sorai.
They were silent for quite a while before erupting in cheers.
Rizki memenangkan permainan.
Rizki won the game.
"Kau berhasil, Vampir!
"You did it, Vampir!"
" teriak Sari dengan gembira.
shouted Sari happily.
"Sungguh tak terduga," tambah Budi.
"Truly unexpected," added Budi.
"Kostummu menjadi senjata rahasia kali ini.
"Your costume became a secret weapon this time."
"Akhirnya, teman-teman setuju untuk menjadikan permainan poker dengan kostum sebagai tradisi tahunan saat Halloween.
Finally, the friends agreed to make poker games with costumes an annual tradition on Halloween.
Rizki tertawa, merasa lebih ringan.
Rizki laughed, feeling lighter.
Dia menyadari, berani tampil beda dan tertawa bisa membuat segalanya jadi lebih menyenangkan.
He realized that daring to be different and laugh could make everything more enjoyable.
Poker malam itu bukan cuma tentang menang, tapi juga tentang memupuk persahabatan.
The poker game that night wasn't just about winning, but also about nurturing friendship.
Dan Rizki tidak perlu lagi cemas soal kesalahannya.
And Rizki no longer needed to worry about his mistake.
Sebaliknya, dia senang bisa memainkan peran vampir dengan sangat baik.
Instead, he was happy to have played the role of a vampire so well.