
Rekindling Friendship in Jakarta: A Coffee Shop Reunion
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
Rekindling Friendship in Jakarta: A Coffee Shop Reunion
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Di sebuah sudut ibu kota yang ramai, ada sebuah kedai kopi yang tenang, dengan interior kayu dan musik Indonesia yang lembut mengalun.
In a corner of the bustling ibu kota, there is a quiet coffee shop, with wooden interiors and soft Indonesian music playing.
Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara.
The aroma of freshly brewed coffee fills the air.
Di situ, Rina duduk di meja dekat jendela, menunggu sahabat lamanya, Adi.
There, Rina sits at a table near the window, waiting for her old friend, Adi.
Sudah bertahun-tahun sejak mereka terakhir bertemu.
It has been years since they last met.
Rina baru saja kembali ke Jakarta setelah beberapa tahun menetap di luar negeri.
Rina had just returned to Jakarta after spending several years living abroad.
Dia merasa sedikit asing di tanah kelahirannya sendiri dan ingin kembali merasakan kehangatan persahabatan yang dulu.
She felt a bit like a stranger in her own birthplace and wanted to experience the warmth of old friendships again.
Saat pintu kedai terbuka, suara bel kecil berdenting.
As the cafe door opened, the sound of a small bell chimed.
Adi masuk dengan tergesa, mata menyapu ruangan, hingga akhirnya bertemu pandang dengan Rina.
Adi entered in a hurry, his eyes scanning the room until they locked eyes with Rina.
Mereka tersenyum lebar, lalu berpelukan.
They exchanged wide smiles and then hugged.
"Sudah lama sekali," kata Rina, sedikit tersenyum.
"It's been such a long time," Rina said, smiling slightly.
"Memang, maafkan kesibukanku," jawab Adi, meletakkan tas kerjanya.
"Indeed, forgive my busyness," replied Adi, setting down his work bag.
Dia seorang jurnalis yang tidak kenal waktu.
He was a journalist who knew no time.
Mereka berbincang ringan, mengingat kenangan masa lalu.
They engaged in light conversation, reminiscing about past memories.
Rina berbagi cerita tentang kehidupannya di luar negeri.
Rina shared stories about her life abroad.
Ada banyak pengalaman baru yang ingin dia ceritakan.
There were many new experiences she wanted to talk about.
Namun, perhatian Adi sering kali terpecah oleh pesan-pesan di ponselnya.
However, Adi's attention was often divided by messages on his phone.
Rina menarik napas panjang.
Rina took a long breath.
"Adi, aku ingin berbagi sesuatu yang penting.
"Adi, I want to share something important.
Tentang perasaanku setelah lama di luar negeri," katanya.
About my feelings after being abroad for so long," she said.
Tepat ketika Rina hendak mulai berbagi tentang pengalaman yang lebih dalam dan personal, ponsel Adi berdering nyaring.
Just as Rina was about to start sharing deeper and more personal experiences, Adi's phone rang loudly.
Ada panggilan yang tidak bisa diabaikan.
There was a call he couldn't ignore.
Wajah Adi terlihat bingung, terjepit antara tanggung jawab kerja dan pertemuan ini.
Adi's face looked confused, caught between work responsibilities and this meeting.
"Maaf, ini penting," katanya, bangkit untuk menerima panggilan di luar.
"Sorry, this is important," he said, getting up to take the call outside.
Rina duduk diam, menatap cangkir kopinya.
Rina sat silently, staring at her coffee cup.
Dia merasa kecewa, namun mengerti beban pekerjaan Adi.
She felt disappointed, but understood Adi's work burdens.
Beberapa menit kemudian, Adi kembali, wajahnya penuh penyesalan.
A few minutes later, Adi returned, his face full of regret.
"Rina, maafkan aku.
"Rina, forgive me.
Aku tahu ini penting bagimu," katanya.
I know this is important to you," he said.
"Aku sering terlalu sibuk dengan pekerjaan.
"I am often too busy with work.
Tapi aku mengerti sekarang, pertemanan kita juga harus jadi prioritas.
But I understand now, our friendship should also be a priority."
"Rina tersenyum lembut.
Rina smiled softly.
"Tidak apa-apa, Adi.
"It's okay, Adi.
Aku senang kamu mengerti.
I'm glad you understand."
"Adi mengusap lembut bahunya.
Adi gently patted her shoulder.
"Bagaimana kalau kita bertemu lagi Sabtu depan?
"How about we meet again next Saturday?
Aku janji, tidak akan ada gangguan dari pekerjaan," janjinya.
I promise, there will be no work interruptions," he promised.
Rina setuju dengan senang hati.
Rina agreed happily.
Kini, dia merasa lebih terhubung.
Now, she felt more connected.
Sebuah janji untuk bertemu lagi dengan penuh perhatian membuat hatinya hangat.
A promise to meet again with full attention warmed her heart.
Adi pun belajar, bahwa ada hal yang lebih penting dari sekedar bekerja, yaitu menjaga hubungan yang berharga.
Adi also learned that there are things more important than just work, namely maintaining precious relationships.
Mereka berpisah dengan senyuman, keduanya tahu bahwa persahabatan mereka adalah rumah yang paling bermakna, di tengah kota yang sibuk.
They parted with smiles, both knowing that their friendship is the most meaningful home, in the middle of a busy city.