
From Night Market To Lens: Ayu's Journey to Capturing Stories
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
From Night Market To Lens: Ayu's Journey to Capturing Stories
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Gemerlap lampu warna-warni menghiasi malam di pasar jalanan Jakarta.
The dazzling multicolored lights adorned the night at the pasar jalanan Jakarta.
Pasar malam di akhir pekan ini begitu ramai.
This weekend night market was bustling.
Suara penjual dan pembeli bercampur tawa riang anak-anak yang bermain.
The sounds of vendors and buyers mixed with the joyful laughter of children playing.
Ayu berjalan di antara keramaian, menggenggam kamera kesayangannya.
Ayu walked among the crowd, holding her beloved camera.
Ia punya misi penting malam ini, yaitu menangkap cerita yang tersembunyi di balik wajah-wajah para pedagang dan pengunjung pasar.
She had an important mission tonight: to capture the stories hidden behind the faces of the traders and visitors to the market.
Rizal berjalan di sampingnya.
Rizal walked beside her.
Teman baiknya ini selalu ada, meski sering meragukan mimpinya menjadi jurnalis foto.
This good friend of hers was always there, even though he often doubted her dream of becoming a photojournalist.
"Ayu, apa kamu yakin dengan ide ini?
"Ayu, are you sure about this idea?"
" tanya Rizal, agak skeptis.
asked Rizal, somewhat skeptical.
Ayu tersenyum.
Ayu smiled.
"Iya, aku yakin.
"Yes, I’m sure.
Setiap orang di sini punya cerita.
Every person here has a story.
Aku ingin menunjukkannya pada dunia.
I want to show it to the world."
"Mata Ayu tertarik pada satu kios kecil di sudut pasar.
Ayu's eyes were drawn to a small kiosk in the corner of the market.
Seorang wanita bernama Dewi menjajakan tahu isi dan risolesnya.
A woman named Dewi was selling tahu isi and risoles.
Dewi tampak sibuk, tapi dari senyumannya, Ayu melihat ada cerita yang menarik.
Dewi looked busy, but from her smile, Ayu saw there was an interesting story.
"Aku akan mulai dari sana," kata Ayu sambil menunjuk ke arah kios Dewi.
"I’ll start from there," said Ayu while pointing toward Dewi's kiosk.
Rizal mengangguk, tetap tak sepenuhnya yakin.
Rizal nodded, still not entirely convinced.
Namun, ketika Ayu mulai mengambil gambar, kamera tiba-tiba mati.
However, when Ayu started taking pictures, the camera suddenly died.
"Oh tidak, kameranya rusak," keluh Ayu sambil mencoba memperbaikinya.
"Oh no, the camera's broken," lamented Ayu while trying to fix it.
Rizal menatap sahabatnya dengan prihatin.
Rizal watched his friend with concern.
Ayu tak menyerah.
Ayu didn't give up.
Ia menghampiri Dewi, membeli risoles untuk sekadar memulai percakapan.
She approached Dewi, buying a risoles just to start a conversation.
"Kue-kue ini enak, Bu.
"These cakes are delicious, Ma'am.
Apa bisa saya foto ibu dan jualannya?
Can I take a picture of you and your goods?"
" tanya Ayu dengan ramah.
asked Ayu politely.
Dewi terlihat ragu.
Dewi looked hesitant.
"Untuk apa fotonya, Mbak?
"What are the photos for, Miss?"
"Ayu menjelaskan dengan hati-hati.
Ayu explained carefully.
"Saya ingin membuat portofolio tentang kehidupan di pasar.
"I want to create a portfolio about life at the market.
Saya ingin menceritakan kisah ibu dan perjuangannya.
I want to tell your story and your struggles.
Bolehkah?
May I?"
"Setelah berbincang sejenak, Dewi luluh.
After chatting for a moment, Dewi relented.
Ia mengangguk dan mulai menceritakan kisah hidupnya.
She nodded and began to share her life story.
Tentang bagaimana ia setiap hari berjibaku untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
About how she struggled daily to make a living for her family.
Ayu menangkap momen saat Dewi tersenyum bangga, tangannya memegang risoles sebagai simbol perjuangannya.
Ayu captured the moment when Dewi smiled proudly, her hand holding a risoles as a symbol of her struggle.
Dengan sedikit perbaikan pada kamera, Ayu berhasil mengambil potret yang emosional.
With a little adjustment to the camera, Ayu managed to take an emotional portrait.
Beberapa minggu kemudian, Ayu memperlihatkan serangkaian foto itu kepada Rizal.
A few weeks later, Ayu showed the series of photos to Rizal.
"Kamu harus lihat ini," katanya dengan mata berbinar.
"You have to see this," she said with sparkling eyes.
Rizal kagum melihat hasilnya.
Rizal was amazed to see the results.
Setiap foto bercerita, terutama gambar Dewi yang menggambarkan kekuatan di balik senyuman.
Each photo told a story, especially Dewi's picture that depicted strength behind the smile.
Portfolio Ayu mendapat banyak pujian dan membuka peluang baru baginya.
Ayu's portfolio received much praise and opened new opportunities for her.
Ia merasa lebih percaya diri dan semakin memahami kehidupan orang-orang di balik lensa.
She felt more confident and increasingly understood the lives of the people behind the lens.
Akhirnya, Ayu menyadari bahwa memotret adalah tentang lebih dari sekadar teknik.
In the end, Ayu realized that photography was about more than just technique.
Itu tentang memahami dan merasakan kisah hidup orang lain.
It was about understanding and feeling the life stories of others.
Ia tersenyum, siap mengejar impian menjadi jurnalis foto sesungguhnya.
She smiled, ready to pursue her dream of becoming a true photojournalist.