
Capturing Beauty: A Lesson in Patience and Preservation
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
Capturing Beauty: A Lesson in Patience and Preservation
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Taman Bunga Nusantara pagi itu berkilau dengan warna-warna cerah.
Taman Bunga Nusantara that morning was shimmering with bright colors.
Bunga-bunga bermekaran di bawah sinar matahari musim semi.
Flowers were blooming under the spring sunlight.
Aroma segar menyelimuti seluruh taman.
A fresh aroma enveloped the entire garden.
Burung-burung bernyanyi merdu, menambah suasana damai di sana.
Birds sang melodiously, adding to the peaceful atmosphere there.
Budi, seorang pemula dalam dunia fotografi, siap mengabadikan keindahan ini lewat kamera.
Budi, a novice in the world of photography, was ready to capture this beauty with his camera.
"Rini, aku ingin sekali menangkap foto kupu-kupu langka itu," ucap Budi penuh semangat.
"Rini, I really want to capture a photo of that rare butterfly," said Budi enthusiastically.
Budi baru saja melihat kupu-kupu yang indah berkibar di dekat bunga-bunga yang terkenal.
Budi had just seen a beautiful butterfly fluttering near the famous flowers.
"Kau harus hati-hati, Budi," balas Rini, mengingatkan.
"You must be careful, Budi," replied Rini, reminding him.
"Ada banyak tanaman berharga di sini. Siti tidak akan senang kalau ada yang rusak."
"There are a lot of valuable plants here. Siti will not be pleased if any get damaged."
Di saat yang sama, Siti, pengawas taman, berdiri mengawasi taman dengan cermat.
At the same time, Siti, the garden supervisor, was carefully watching over the garden.
Siti dikenal tegas namun baik.
Siti was known to be strict but kind.
Dia menjaga taman itu bagaikan harta karun.
She guarded the garden like a treasure.
Budi menatap kupu-kupu itu melayang dekat bunga-bunga yang mahal.
Budi watched the butterfly float near the expensive flowers.
Dengan pelan, dia mencoba mendekat untuk memotret.
Slowly, he tried to get closer to photograph it.
Tapi bunga yang indah itu dikelilingi oleh penghalang.
But those beautiful flowers were surrounded by a barrier.
Budi bimbang antara keinginan untuk mendapatkan foto terbaik dan ketakutan ketahuan oleh Siti.
Budi was torn between the desire to get the best photo and the fear of being caught by Siti.
"Aku punya ide," kata Budi kepada Rini.
"I have an idea," said Budi to Rini.
"Bisakah kau mengalihkan perhatian Siti sebentar saja?"
"Can you distract Siti for just a moment?"
Rini tersenyum dan setuju.
Rini smiled and agreed.
Dia berbincang dengan Siti di sisi lain taman.
She chatted with Siti on the other side of the garden.
Kesempatan ini digunakan Budi untuk mendekat.
Budi used this opportunity to get closer.
Dia merayap dengan hati-hati, berfokus penuh pada kupu-kupu.
He crept cautiously, fully focused on the butterfly.
Kamera siap di tangannya.
The camera was ready in his hand.
Namun, sesaat kemudian, kupu-kupu terbang lebih dekat ke bunga-bunga itu.
However, a moment later, the butterfly flew closer to those flowers.
Budi panik, dan tanpa sadar, dia menjulurkan tangan mencoba memegang posisi.
Budi panicked, and unconsciously, he reached out to get a better position.
Langkahnya tersandung akar yang menghiasi tanah. Ia kehilangan keseimbangan.
He tripped over roots decorating the ground, losing his balance.
Brak! Budi terhuyung ke depan dan menabrak rak bunga yang terkenal itu.
Crash! Budi stumbled forward and hit the famous flower rack.
Bunga-bunga berjatuhan.
Flowers fell.
Suara berdebum membuat kepala Siti menoleh.
The thudding sound made Siti's head turn.
Siti bergegas, wajahnya mencerminkan kekhawatiran.
Siti rushed over, her face reflecting concern.
Sementara itu, Budi hanya bisa tertunduk, merasa sangat bersalah.
Meanwhile, Budi could only bow his head, feeling very guilty.
Rini berusaha menenangkan keadaan.
Rini tried to calm the situation.
"Budi!" seru Siti, matanya menatap bunga-bunga yang rusak.
"Budi!" exclaimed Siti, her eyes on the damaged flowers.
Namun, melihat ekspresi Budi, hati Siti melunak.
However, seeing Budi's expression, Siti's heart softened.
Dia tahu ini adalah kecelakaan.
She knew it was an accident.
"Kamu tahu, Budi," ucap Siti lembut.
"You know, Budi," said Siti gently.
"Memotret itu soal kesabaran. Jangan sampai merusak apa yang kita cintai dalam usaha kita."
"Photography is about patience. Don't damage what we love in our pursuit."
Dengan bantuan Siti dan Rini, bunga-bunga itu diangkat dan dirapikan kembali.
With Siti and Rini's help, the flowers were lifted and arranged back.
Meski mungkin tidak sama seperti semula, usaha mereka membuat pemandangan itu lebih baik.
Although perhaps not the same as before, their efforts made the view better.
Budi merasa bersyukur.
Budi felt grateful.
Dia berjanji dalam hati untuk lebih berhati-hati dan menghargai keindahan taman.
He promised himself to be more careful and to appreciate the beauty of the garden.
Kamera di tangan Budi sekarang menjadi alat untuk mengamati, bukan mengganggu.
The camera in Budi's hand now became a tool to observe, not to disrupt.
Hari semakin sore di Taman Bunga Nusantara.
The day was getting late at Taman Bunga Nusantara.
Budi menatap kupu-kupu itu kembali terbang, kali ini dengan senyum yang berbeda.
Budi watched the butterfly fly again, this time with a different smile.
Kini, dia tahu hadirnya adalah bagian dari keindahan yang tak boleh diambil secara sembrono.
Now, he knew that its presence was part of the beauty that shouldn't be taken for granted.
Melihat Rini dan Siti yang masih membantunya, Budi sadar bahwa hari itu dia belajar sesuatu yang lebih berharga dari sekadar sebuah foto.
Seeing Rini and Siti still helping him, Budi realized that day he learned something more valuable than just a photo.