FluentFiction - Indonesian

The Watermelon Heist: Outwitting the Principal's Rules

FluentFiction - Indonesian

19m 55sAugust 29, 2025
Checking access...

Loading audio...

The Watermelon Heist: Outwitting the Principal's Rules

1x
0:000:00

Sign in for Premium Access

Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.

View Mode:
  • Adi mengerutkan kening sambil menatap benda besar berwarna hijau di depannya.

    Adi furrowed his brow while staring at the big green object in front of him.

  • "Kita harus bisa," katanya penuh semangat, matanya bersinar dengan ide.

    "We have to do this," he said enthusiastically, his eyes gleaming with ideas.

  • Di sebelahnya, Made tampak ragu tapi tersenyum, siap membantu sahabatnya.

    Beside him, Made looked doubtful but smiled, ready to help his friend.

  • Mereka berdiri di tengah halaman sekolah asrama yang rindang, matahari sore menyorot terik, memberikan nuansa khas musim kemarau.

    They stood in the middle of the shady boarding school yard, the afternoon sun shining brightly, giving a distinctive nuance of the dry season.

  • Pak Budi, kepala sekolah yang dikenal tegas, baru saja memperkenalkan aturan ketat tanpa makanan besar di dalam asrama.

    Pak Budi, the principal known for his strictness, had just introduced a strict rule against large meals in the dormitory.

  • Ini semua karena kejadian terakhir ketika sekantong durian membuat seluruh koridor berbau menyengat selama seminggu.

    This was all due to the last incident when a bag of durian made the entire corridor smell pungent for a week.

  • Namun, Adi, terpacu oleh tantangan dari teman-teman sekelasnya, ingin membuktikan keterampilannya dengan menyelundupkan semangka raksasa ini ke dalam kamar asrama mereka.

    However, Adi, driven by a challenge from his classmates, wanted to prove his skills by smuggling this giant watermelon into their dorm room.

  • "Rencananya sederhana," kata Adi sambil menggulirkan semangka itu pelan-pelan agar tak terlihat.

    "The plan is simple," said Adi, slowly rolling the watermelon so it wouldn't be seen.

  • "Kita pakai kardus besar ini. Kamu bawa, dan aku akan mengalihkan perhatian Pak Budi."

    "We use this big box. You carry it, and I'll distract Pak Budi."

  • Made mengangguk, meski hatinya berdebar. "Baik, aku di belakangmu."

    Made nodded, although his heart was pounding. "Alright, I'm right behind you."

  • Dengan langkah hati-hati, mereka menuju gedung asrama yang terbuat dari kayu kuno yang tetap kokoh meski sudah usang.

    With cautious steps, they approached the dormitory building made of ancient wood that remained sturdy despite being old.

  • Ruangannya luas tapi minimalis, tanpa banyak perabot.

    The room was spacious yet minimalistic, without much furniture.

  • Tepat saat mereka mendekat, terdengar suara Pak Budi dari kejauhan, membuat mereka terjingkat.

    Just as they got close, they heard Pak Budi's voice from a distance, making them jump.

  • "Ayo, cepat!" desis Adi.

    "Hurry, quick!" whispered Adi.

  • Made dengan sigap mengangkat kardus berisi semangka dan menyusul Adi, menyelinap masuk ke pintu belakang yang lebih jarang digunakan.

    Made swiftly lifted the box containing the watermelon and followed Adi, sneaking in through the rarely used back door.

  • Hampir sampai di kamar, tiba-tiba pintu terbuka lebar.

    Almost at the room, suddenly the door swung open.

  • Pak Budi berdiri di ambang pintu, memeriksa dengan cermat.

    Pak Budi stood in the doorway, inspecting carefully.

  • Jantung kedua anak itu serasa berhenti sejenak.

    The hearts of the two boys seemed to stop for a moment.

  • Namun, tak mau menyerah, otak Adi berputar cepat mencari alasan.

    However, not wanting to give up, Adi's brain whirled quickly seeking an excuse.

  • "Ah, Pak Budi! Kami... ini untuk proyek seni dan sains," katanya dengan yakin, meski suaranya sedikit gemetar.

    "Ah, Pak Budi! We... this is for an art and science project," he said confidently, though his voice was slightly trembling.

  • Pak Budi memandang semangka itu dengan alis terangkat. "Oh? Jelaskan."

    Pak Budi looked at the watermelon with a raised eyebrow. "Oh? Explain."

  • Adi memulai penjelasan spontan tentang sesuatu yang dia sebut "prediksi kerapatan melon dan daya apung".

    Adi began a spontaneous explanation about something he called "melon density prediction and buoyancy."

  • Dia menunjuk semangka, menjelaskan bagaimana mereka akan memotong, mengukur, dan menghitung untuk melihat apakah teorinya benar.

    He pointed to the watermelon, explaining how they would cut, measure, and calculate to see if his theory was correct.

  • Made, yang awalnya khawatir, tiba-tiba mendukung Adi, menambahkan improvisasinya tentang eksperimen terkait.

    Made, who was initially worried, suddenly supported Adi, adding his improvisation about related experiments.

  • Beberapa menit yang menegangkan berlalu sebelum Pak Budi mengangguk perlahan.

    A few tense minutes passed before Pak Budi slowly nodded.

  • "Baiklah, pastikan itu bersih kembali dan tak ada yang rusak," katanya, berbalik meninggalkan ruangan.

    "Alright, make sure it’s clean afterwards and nothing is damaged," he said, turning to leave the room.

  • Saat pintu tertutup, keduanya nyaris tak percaya.

    As the door closed, they could hardly believe it.

  • Dengan lega, mereka tertawa geli, merasa berhasil melampaui tantangan besar hari itu.

    With relief, they laughed quietly, feeling like they had overcome the big challenge of the day.

  • Adi merasa puas, menyadari bahwa berpikir cepat dan kreatif bukan hanya menyelamatkan dia hari ini, tetapi juga memberi pelajaran berharga.

    Adi felt satisfied, realizing that quick thinking and creativity not only saved him today but also offered a valuable lesson.

  • Sementara Made, dengan semangat baru, menemukan kemampuan berimprovisasi yang tak pernah dia tahu dia miliki.

    Meanwhile, Made, with newfound enthusiasm, discovered improvisational abilities he never knew he possessed.

  • Asrama kembali tenang saat malam menjemput, hanya suara tawa pelan dari kamar Adi dan Made, memecah keheningan.

    The dormitory returned to calm as night fell, only the quiet laughter from Adi and Made's room breaking the silence.

  • Mereka berhasil, dan semangka yang kini sudah dipotong, dinikmati bersama teman-teman lainnya, sebuah kemenangan kecil yang tak akan terlupakan.

    They had succeeded, and the watermelon, now cut, was enjoyed with their other friends, a small victory that would not be forgotten.