
Journey to Borobudur: A Family's Path to Understanding
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
Journey to Borobudur: A Family's Path to Understanding
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Rumah keluarga besar itu dipenuhi kesibukan.
The big family's house was filled with activity.
Suara riuh rendah persiapan bergaung di setiap sudut ruangan.
The lively sound of preparations echoed in every corner of the room.
Aroma masakan tradisional Indonesia menguar dari dapur, membawa suasana hangat dan nyaman.
The aroma of traditional Indonesian dishes wafted from the kitchen, bringing a warm and cozy atmosphere.
Di ruang keluarga, Rina sedang memeriksa daftar barang yang perlu dibawa untuk perjalanan ke Borobudur.
In the living room, Rina was checking the list of items to bring for the trip to Borobudur.
Di sebelahnya, Ayu tampak tidak terlalu bersemangat, sesekali menghela napas panjang.
Next to her, Ayu didn't seem too enthusiastic, occasionally letting out a long sigh.
"Damar, sudah siap belum baju kamu?
"Damar, have you prepared your clothes yet?
Kita berangkat pagi-pagi esok," tanya Rina sambil tetap fokus pada daftarnya.
We're leaving early tomorrow morning," asked Rina while still focusing on her list.
"Sudah, Kak," jawab Damar singkat, asyik memainkan ponsel di tangannya.
"Yes, Sis," Damar replied briefly, engrossed in playing with the phone in his hand.
Dia selalu menghindari keributan, lebih memilih damai meskipun kadang terlihat kurang peduli.
He always avoided noise, preferring peace, though sometimes he seemed indifferent.
Rina menghampiri Ayu yang duduk di sofa dengan wajah masam.
Rina approached Ayu, who sat on the sofa with a sullen face.
"Ayu, kamu kenapa?
"Ayu, what's wrong?
Kok tidak semangat mau ke Borobudur?
Why aren't you excited about going to Borobudur?"
"Ayu mendesah, "Harus ya?
Ayu sighed, "Do I have to?
Aku sudah janji mau ketemu teman-teman.
I already promised to meet my friends.
Aku merasa perjalanan ini cuma buang-buang waktu.
I feel like this trip is just a waste of time."
"Rina duduk di sebelah Ayu, mencoba memahami perasaannya.
Rina sat next to Ayu, trying to understand her feelings.
"Aku tahu kamu ingin bersama teman-temanmu.
"I know you want to be with your friends.
Tapi perjalanan ini penting buat kita.
But this trip is important for us.
Kapan lagi kita bisa menghabiskan waktu bareng?
When else can we spend time together?"
"Mata Ayu berkaca-kaca, suaranya mulai bergetar, "Kalian tidak pernah mengerti aku.
Ayu's eyes watered, her voice started to tremble, "You guys never understand me.
Aku selalu dipaksa mengikuti apa yang kalian mau.
I'm always forced to go along with what you want."
"Percakapan mereka semakin tegang.
Their conversation grew more tense.
"Bukan begitu, Ayu.
"It's not like that, Ayu.
Kami peduli padamu.
We care about you.
Aku cuma ingin kita lebih dekat, biar nggak saling menjauh," kata Rina lembut, berusaha menahan emosinya.
I just want us to be closer, so we don't drift apart," said Rina gently, trying to control her emotions.
Setelah beberapa menit hening, Ayu angkat bicara, "Aku kadang merasa tidak diacuhkan, Kak.
After a few minutes of silence, Ayu spoke up, "Sometimes I feel neglected, Sis.
Selalu jadi yang terakhir tahu apa pun.
Always the last to know anything."
"Kalimat itu mengejutkan Rina.
That statement surprised Rina.
Tidak disangkanya adik kecilnya merasa terabaikan.
She hadn't realized her little sister felt overlooked.
"Aku minta maaf, Ayu.
"I'm sorry, Ayu.
Aku harus mendengarkan kamu lebih baik lagi.
I need to listen to you better."
"Damar yang dari tadi duduk diam mendengar percakapan itu, menyela, "Mungkin kita bisa membawa kamera Ayu.
Damar, who had been sitting quietly listening to the conversation, interjected, "Maybe we can bring Ayu's camera.
Dia kan suka fotografi, siapa tahu jadi lebih seru buatnya.
She likes photography, it might make it more fun for her."
"Ayu tersenyum kecil, ide Damar membuatnya merasa sedikit lebih baik.
Ayu gave a small smile, Damar's idea made her feel a little better.
"Apa boleh, Kak Rina?
"Can I, Rina?"
""Tentu, Ayu.
"Of course, Ayu.
Kita bisa ambil banyak foto bagus di Borobudur," sahut Rina dengan senang.
We can take lots of great photos in Borobudur," replied Rina happily.
Dengan persetujuan dan pengertian baru, suasana perlahan mencair.
With this new agreement and understanding, the atmosphere gradually eased.
Ayu setuju untuk ikut, dan mereka bertiga mulai berbincang tentang rencana perjalanan dengan semangat.
Ayu agreed to join, and the three of them began eagerly discussing the travel plans.
Malam itu, di tengah rumah yang kembali ramai, ada perubahan dalam hati mereka.
That night, amidst the lively house, there was a change in their hearts.
Rina belajar untuk lebih sensitif, Ayu merasa lebih diperhatikan, dan Damar, meski sedikit, turut berperan dalam mempererat ikatan saudara.
Rina learned to be more sensitive, Ayu felt more noticed, and Damar, although just a little, played a role in strengthening the sibling bond.
Perjalanan ke Borobudur menjadi awal baru bagi keluarga kecil ini.
The trip to Borobudur became a new beginning for this small family.
Mereka belajar bahwa keluarga adalah tempat terbaik untuk saling memahami dan mendukung satu sama lain.
They learned that family is the best place to understand and support each other.