
Facing Tradition: One Family's Quest for Understanding
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
Facing Tradition: One Family's Quest for Understanding
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Di tengah terik matahari musim kemarau, rumah keluarga besar Budi menjadi tempat berkumpulnya semua anggota keluarga.
Amidst the scorching sun of the dry season, Budi's extended family home became the gathering place for all family members.
Tidak ada liburan khusus yang dirayakan, tetapi seperti biasa, saat-saat ini menjadi ajang untuk bertemu, memberi kabar, dan terkadang, mengungkit cerita lama.
There was no special holiday being celebrated, but as usual, these moments became an opportunity to meet, catch up, and sometimes, bring up old stories.
Ruang tamu besar itu penuh dengan berbagai macam bingkai foto dan warisan keluarga.
The large living room was filled with various picture frames and family heirlooms.
Udara beraroma dupa yang sengaja dinyalakan oleh Ibu, memberikan rasa tenang namun sekaligus membangkitkan ingatan lama.
The air carried the scent of incense intentionally lit by Mother, giving a sense of calm but simultaneously evoking old memories.
Budi duduk di sofa tua dengan tangan sedikit gemetar.
Budi sat on the old sofa with slightly trembling hands.
Dia adalah anak sulung, selalu diandalkan, selalu mengikuti kehendak orang tua.
He was the eldest child, always relied upon, always following his parents' wishes.
Namun, jauh di dalam hati, ada impian yang belum pernah ia ungkapkan.
However, deep down inside, there was a dream he had never revealed.
Di sampingnya, Sari, adiknya yang jauh lebih berani dan sering berselisih dengan Ayah dan Ibu.
Beside him was Sari, his much braver sister who often clashed with Father and Mother.
Sari tidak pernah ragu untuk menyuarakan apa yang ada di pikirannya, meski seringkali hal itu dianggap sebagai sikap pembangkang.
Sari never hesitated to voice what was on her mind, although often her actions were seen as rebellious.
Saat semua orang duduk di meja makan, suasana mulai tegang.
When everyone sat at the dining table, the atmosphere began to tense.
Budi tahu waktunya sudah tiba baginya untuk berbicara.
Budi knew it was time for him to speak.
Dia menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Ayah, Ibu, aku ingin bicara.
He took a deep breath before finally saying, "Father, Mother, I want to talk."
"Semua mata tertuju padanya.
All eyes turned to him.
Ayah menghentikan gerakan sendoknya, sementara Ibu menatap Budi dengan tatapan yang tidak bisa dibaca.
Father paused his spoon, while Mother looked at Budi with an unreadable expression.
"Aku ingin bekerja di luar negeri," Budi melanjutkan dengan lebih tenang.
"I want to work abroad," Budi continued more calmly.
"Ini mimpiku dari dulu.
"This has been my dream for a long time."
"Ruang makan yang tenang tiba-tiba terasa sempit oleh keheningan.
The quiet dining room suddenly felt constricted by silence.
Ayah Budi meletakkan sendoknya dengan keras.
Budi's father put his spoon down forcefully.
"Kamu sudah punya pekerjaan di sini, Budi," katanya dingin.
"You already have a job here, Budi," he said coldly.
"Keluarga butuh kamu di sini.
"The family needs you here."
"Namun sebelum Budi bisa menjawab, Sari menyela.
But before Budi could respond, Sari interjected.
"Tapi kita juga harus mendukung apa yang ingin Budi lakukan, Ayah.
"But we also have to support what Budi wants to do, Father."
" Suara Sari penuh keyakinan.
Sari's voice was full of conviction.
"Budi bukan hanya anak sulung yang harus memikul semua tanggung jawab keluarga.
"Budi isn't just the eldest child who has to shoulder all the family's responsibilities."
"Tatapan tajam Ayah berpindah ke Sari, tetapi Sari tidak gentar.
Father's sharp gaze shifted to Sari, but she was undeterred.
"Dan.
"And...," Sari continued, almost whispering.
," lanjut Sari, nyaris berbisik.
"There's something else you need to know.
"Ada satu lagi yang harus kalian tahu.
I've chosen to stay silent until now, but I know Budi feels too pressured by all these high expectations."
Selama ini, aku memilih untuk diam, tapi aku tahu Budi merasa terlalu tertekan dengan semua harapan besar ini.
Mother held Budi's hand gently, realizing that both her children were burdened.
"Ibu menggenggam tangan Budi dengan lembut, menyadari bahwa kedua anaknya sedang terbebani.
"Perhaps we should listen to them too.
"Pak, mungkin kita juga harus mendengar mereka.
In a family, we should support each other, right?"
Dalam keluarga, kita harus saling mendukung, kan?
she said.
"Keputusan yang dibuat malam itu memang tidak mudah.
The decision made that night was not easy.
Budi merasakan beban yang dirasakannya selama ini sedikit terangkat.
Budi felt the weight he had been carrying lift slightly.
Dia tahu, meskipun tak mudah, jalan untuk mengejar mimpinya kini lebih terbuka.
He knew, although it wouldn't be easy, the path to pursuing his dream was now more open.
Sari, yang berbicara dengan lantang dan jujur, mulai merasakan bahwa terkadang cara terbaik untuk menyampaikan sesuatu adalah dengan lebih tenang.
Sari, who spoke loudly and honestly, began to feel that sometimes the best way to convey something is with more calmness.
Malam itu, meski diliputi perasaan yang campur aduk, keluarga mereka belajar bahwa cinta dan dukungan adalah kunci untuk menjaga keharmonisan, bukan ketakutan atau tekanan.
That night, although filled with mixed emotions, their family learned that love and support are key to maintaining harmony, not fear or pressure.
Entah bagaimana, keheningan yang sebelumnya penuh ketegangan kini berubah menjadi refleksi, menjadi momen untuk lebih mengerti satu sama lain.
Somehow, the silence that was once full of tension turned into reflection, becoming a moment to understand each other better.