
Flight to Balance: A Journey to Prioritize Family Over Work
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
Flight to Balance: A Journey to Prioritize Family Over Work
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Soekarno-Hatta International Airport ramai pagi itu.
Soekarno-Hatta International Airport was busy that morning.
Pengumuman terus terdengar dari pengeras suara, memberi tahu tentang jadwal boarding yang berubah.
Announcements kept resonating from the speakers, informing about changed boarding schedules.
Di tengah keramaian itu, Adi duduk di sebuah bangku, matanya menatap layar ponsel yang berkedip.
Amidst the crowd, Adi sat on a bench, his eyes staring at the blinking screen of his phone.
Koper kecil ada di sampingnya, isinya penuh dengan berkas-berkas penting untuk pertemuan bisnis internasional.
A small suitcase was beside him, filled with important documents for an international business meeting.
Adi adalah project manager yang selalu sibuk.
Adi is a project manager who is always busy.
Kali ini, dia harus pergi ke luar negeri untuk menemui klien besar dan menyelesaikan kontrak penting.
This time, he has to go abroad to meet a big client and finalize an important contract.
Namun, perjalanan ini diatur secara mendadak, hanya sehari sebelum libur panjang hari Kenaikan Isa Almasih.
However, this trip was arranged hastily, just a day before the long holiday of the Ascension of Isa Almasih.
Adi merasa berat meninggalkan keluarganya, terutama ketika teman baiknya, Rini, selalu mengingatkannya untuk seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Adi felt uneasy leaving his family, especially when his good friend, Rini, always reminded him to balance work and personal life.
Di tengah hiruk pikuk bandara, telepon Adi tak henti-hentinya berbunyi.
Amidst the hustle and bustle of the airport, Adi's phone kept ringing incessantly.
Pesan dari kantor masuk bertubi-tubi, menanyakan tentang detail kesepakatan yang harus segera diselesaikan.
Messages from the office came flooding in, asking about details of the deal that needed to be completed immediately.
Adi merasakan tekanan yang besar, seperti tembok yang kian mendekat.
Adi felt immense pressure, like walls closing in.
Tapi saat Adi masih mempertimbangkan langkah berikutnya, Rini menelepon.
But just as Adi was considering his next move, Rini called.
"Adi, kamu yakin mau pergi?
"Adi, are you sure you want to go?
Mungkin harusnya kamu mempercayai timmu sekali ini," kata Rini dengan nada lembut namun penuh makna.
Maybe you should trust your team this time," Rini said in a gentle yet meaningful tone.
"Mereka bisa pegang ini.
"They can handle this.
Luangkan waktu untuk keluargamu.
Make time for your family."
"Adi menatap kerumunan orang di bandara yang berlalu-lalang dengan cepat.
Adi looked at the crowd in the airport bustling by.
Dia merasa terjebak di antara keinginan untuk sukses dan kebutuhan akan kebersamaan.
He felt trapped between his desire for success and his need for togetherness.
Sementara itu, di luar jendela besar bandara, hujan tipis mulai turun, menambah suasana sendu.
Meanwhile, outside the large airport window, a light rain began to fall, adding to the melancholy atmosphere.
Pesawat Adi dijadwalkan berangkat satu jam lagi, namun masalah teknis dan tertundanya penerbangan membuat segalanya menjadi tidak pasti.
Adi's flight was scheduled to depart in an hour, but technical issues and flight delays made everything uncertain.
Adi memejamkan mata sejenak, mencari keputusan di dalam dirinya.
Adi closed his eyes for a moment, searching for a decision within himself.
Pertanyaan Rini terus bergaung di pikirannya, dan akhirnya, Adi membuka matanya dengan keputusan yang mantap.
Rini's question kept echoing in his mind, and finally, Adi opened his eyes with a firm decision.
Dia membalas pesan timnya, memberi mereka kepercayaan untuk menyelesaikan tugas tersebut tanpa kehadirannya dan segera mengabari bahwa dia akan kembali ke rumah.
He replied to his team, entrusting them to complete the task without his presence and immediately informed them that he would be returning home.
Dengan napas lega, Adi meraih koper dan melangkah menuju pintu keluar bandara.
With a sigh of relief, Adi grabbed his suitcase and headed towards the airport exit.
Keputusan Adi untuk tidak mengikuti penerbangan adalah langkah besar.
Adi's decision not to take the flight was a big step.
Dia menyadari pentingnya penyeimbangan hidup dan pekerjaan, serta mempercayai timnya untuk sekali ini.
He realized the importance of balancing life and work, and trusting his team for once.
Ketika Adi memasuki taksi untuk pulang, dia merasa ringan, seolah-olah beban berat terangkat dari pundaknya.
As Adi got into a taxi to go home, he felt light, as if a heavy burden had been lifted from his shoulders.
Malam itu, Adi duduk bersama keluarganya di ruang tamu.
That evening, Adi sat with his family in the living room.
Mereka tertawa dan bercengkerama, dan Adi berterima kasih pada Rini dalam hatinya.
They laughed and chatted, and Adi thanked Rini in his heart.
Dia siap menghadapi deadline dan kesibukan berikutnya, namun kali ini dengan lebih bijak.
He was ready to face the next deadlines and busy days, but this time more wisely.
Kini, Adi tahu, di antara semua kesibukan, keluarga tetaplah yang paling penting.
Now, Adi knew, amidst all the busyness, family remains the most important.